<$BlogRSDUrl$>
ini untuk banner blogger
  tempatkita       tempatku  
   
 
     
 

Sunday, August 28, 2005

sebagian malam di Balai Komando

Yeah, aku merasa telah berhasil melalui sebuah masa sulit. Lompatan kritis yang menjadi bagian pengalaman bekerja. Di tempat kerja yang aku tinggalkan, banyak kawan yang kebetulan bernasib tidak lebih baik dariku menyayangkan keputusanku untuk mengakhiri karir ketika pekerjaan-pekerjaan beresiko besar dibebankan padaku. Namun ada juga senior yang acung jempol pertanda salut, karena menurutnya aku hanya membutuhkan waktu kurang dari lima tahun untuk menyadari situasi yang kurang kondusif untuk mereka yang berprestasi kerja namun tanpa gelar pendidikan formal yang memadai. Aku mulai bisa tersenyum lepas saat ini. Walaupun sebagian fasilitas canggih yang biasa aku gunakan untuk berinteraksi telah dilucuti, aku bersyukur menemukan kesungguhan pada dirinya. Konsistensi sikap dan perasaannya terhadapku semakin menambah keyakinanku bahwa dia memang diciptakan untuk melengkapi diriku. Aku bukan kerah putih lagi, kini aku berkerah biru, sayang.

Malam tadi, perusahaan tempat kerja baruku mengadakan acara kebersamaan di antara pekerja, employee gathering dengan tema "Lakukan hal yang terbaik untuk masa depan kita bersama". Perwujudannya berupa pagelaran musik rakyat, bukan sembarang musik rakyat, namun mungkin musik hiburan rakyat kontemporer, lebih tepatnya.

Dengan bersemangat, aku sampai di lokasi 30 menit sebelum jadwal acara dimulai. Dari luar tampak lengang, terlihat panji-panji kebesaran berkibar di sekeliling pagar. Hati kecilku bangga dengan pamor tanda-tanda promosi itu. Namun diri menjadi miris ketika bertemu seorang bapak yang terdiam di pintu masuk luar pagar lokasi, beliau tampak ragu untuk melangkah masuk padahal dia sebagai pekerja adalah undangan di acara ini. Dan ketika kusapa dengan ramah dan terjadi dialog antara kami, ternyata beliau merasa tidak percaya diri untuk bergabung dengan orang-orang yang telah berada di dalam lokasi. Ya, orang-orang yang hiruk pikuk dengan kesibukan yang menurutku mungkin dapat lebih diperjelas tujuannya.

Setelah sekian menit berdialog di pintu masuk luar pagar lokasi, datang lagi seorang ibu muda yang kupastikan adalah undangan pula. Lagi-lagi, melihat kami diam di pintu masuk luar pagar lokasi, beliau nampak enggan untuk melangkah masuk. Entah beliau kurang percaya diri atau sedang menunggu seseorang.

Akhirnya kuputuskan untuk masuk ke area lokasi. Benar saja, dari luar pintu samping panggung, terlihat kesibukan dan terdengar gaduh artis dan penari yang sedang melakukan gladi. Aku berjalan mengitari bangunan, karena aku yakin pintu samping ini adalah untuk panitia penyelenggara. Dan aku tiba di area makanan, meja terbagi menjadi beberapa ruas dengan kode warna berupa kain menyelimuti pot tanaman hias di atas masing-masing ruas meja. Beruntungnya aku bertemu dengan orang-orang yang kukenal. Dan karena pakaianku masih seadanya, maka berkat petunjuk dari salah satu panitia, aku berganti pakaian di toilet wanita, sepertinya.

Setelah mengenakan kaos berlapis jaket penahan dingin, aku menghampiri meja resepsionis yang sebelah kanan. Seorang wanita cantik menyapaku ketika aku terlihat kikuk memandangi jejeran daftar hadir. "Tidak masalah, mas boleh isi di buku yang mana saja!", jelasnya sambil tersenyum renyah. "Lalu bagaimana dengan kartu undangan ini? Kapan dan dimana saya mesti menggunakannya?", tanyaku merasa kurang jelas. Kasihan, wanita cantik itu terlihat agak bingung untuk memberikan penjelasan. Seorang bapak panitia mendekat, "Oh, kartu undangan ini untuk mengambil makan malam, nanti setelah jadwal acara dimulai." Wanita cantik itu terlihat lega. "Hmm, jadi saya boleh masuk sekarang?", tanyaku sambil menunjuk ke arah panggung. Dan wanita cantik itu menjawab, "Oh iya, silakan mas!" Kulirik, nampak wanita-wanita cantik lainnya ikut mempersilakanku masuk ke dalam aula tempat acara panggung akan dilangsungkan.

Yup, begitu melewati pintu masuk aula, pandanganku langsung berkeliling menginterogasi sudut dan dinding ruang. Di panggung terlihat jelas artis dan penari masih melakukan gladi tanpa kostum panggung. Tata cahaya dirancang sedemikian rupa, ada lampu laser di bagian atas panggung. Tata suara pun tak kalah hebohnya, sampai-sampai dentumannya menggetarkan dada. Aku mengambil lokasi tempat duduk di deretan belakang, bukannya tidak percaya diri, tapi karena tidak ingin mengganggu kesibukan panita yang wara-wiri mengatur letak posisi kursi-kursi.

Satu menit, sepuluh menit, hingga tiba waktu mulai yang tertera pada jadwal acara. Seorang panitia memberitahuku untuk menyantap makan malam sebelum acara panggung dimulai. Tentu saja aku sudah menduga hal ini, karena jadwal acara sudah tertera di kartu undangan. "Terima kasih pak! Sementara menikmati acara makan malam bersama, saya titip tas di pojok sini, ya?", kataku menunggu konfirmasi. "Ya, boleh saja, asal jangan kelupaan, begitu", jawab bapak panitia meyakinkanku.

Hei, area makan malam masih relatif sepi. Tidak ada antrian di ruas-ruas meja berkode warna. Bapak panitia yang tadi menunjukkanku toilet mempersilakan untuk mengambil makan malam dari meja yang mana saja. "Wah, bermain plan A plan B nih rupanya", batinku.

Setelah piring terisi santapan berat secukupnya, aku duduk di sebelah kanan seorang supervisor yang kebetulan sudah selesai menyantap makan malam. Di sebelah kiri beliau duduk seorang rekan yang kami mengenalnya karena berdekatan wilayah kerja. "Saya pikir cewek-cewek itu ngapain, eh ternyata pagar ayu", celetuknya. Kusambung dengan pertanyaan, "Mereka karyawati perusahaan kita ya pak?". "Oh bukan, mereka itu Sales Promotion Girl", jelas bapak supervisor. "Hmm, berarti mereka di bawah bagian marketing kita ya?", tanyaku lebih lanjut. "Iya, mereka itu orang dari perusahaan lain yang bertugas mempromosikan produk kita di tempat-tempat perbelanjaan", bapak supervisor menjelaskan lebih lanjut. Dan karena merasa sudah cukup jelas, maka aku kemudian sibuk menyelesaikan makan malam itu.

Santapan berat di piring sudah pindah ke dalam perutku. Aku sempat berbincang dengan rekan sesama pekerja yang sepertinya dari wilayah kerja yang berjauhan denganku. Ketika seorang wanita cantik yang SPG itu menginformasikan bahwa bagi yang sudah selesai makan malam bisa langsung masuk untuk mengikuti acara panggung yang akan segera dimulai. Dua gelas air putih sudah aku minum. Selesai menunaikan ibadah maghrib, aku mengambil tempat duduk strategis, di baris ketiga dari depan relatif di tengah aula langsung menatap ke panggung. Suasana area penonton relatif masih sepi, karena aku yakin sebagian besar rekan-rekan mesti belum datang atau masih berada di area makan malam.

Suara Master of Ceremony terdengar. Awalan acara adalah pemainan lempar dart. Terbagi enam juring. Tiga juring berwarna putih berada di sela-sela juring warna merah, kuning, dan hijau. Apabila panah yang dilempar menancap di juring putih maka berarti tidak mendapatkan apa-apa. Adalah merah untuk dansa salsa, kuning untuk tari perut, dan hijau untuk tari jaipong. Tersedia tiga orang penari dengan bobot badan bervariasi siap menemani pemenang menarikan tarian sesuai warna terpanah. Dalam sekejap antrian sudah mencapai belasan orang. Sorak, gelak tawa dan tepuk tangan mengiringi sepanjang permainan.

Setelah permainan dart mulai jenuh, acara panggung menunjukkan tanda-tanda akan dimulai. Diiringi musik bising, penari pria wanita memasuki panggung mengambil posisi berkumpul di tengah-tengah panggung. Penari pria berseragam berpola mirip baju tentara Perancis tempo dulu, sementara penari wanita mengenakan tank-top berlapis jaket tanpa kancing (sepertinya?) dikombinasikan dengan celana sport pendek ketat. Riuh sorak penonton mulai bersahutan. Tarian terus berlanjut sementara undangan berdatangan dan kapasitas tempat duduk mulai terlihat tidak mencukupi.

Saat panitia mempersilakan undangan menuju sayap kiri yang terlihat masih kosong, kulihat idolaku berjalan tegap dengan penuh pesona dan wibawa. Mengenakan atasan berwarna hijau. Kulihat dia sempat menatap ke arahku walaupun aku tak yakin dia menyadari kehadiranku. Sempat terbersit untuk mendekat ke arahnya, berada di sebelahnya, bercakap-cakap dan berbagi senyum sekedar mengusir sepi, namun urung karena satu dan lain hal. Pandanganku berusaha untuk tak lepas darinya. Namun ketika sayap kiri mulai sesak, pandanganku akhirnya kehilangan dia. Entah pindah tempat duduk atau meninggalkan acara karena ada keperluan yang lebih penting, aku tak tahu.

Setelah tarian yang bisa jadi termasuk kategori pornoaksi selesai. Acara dilanjutkan dengan sambutan dari pimpinan tertinggi perusahaan kami. Dari arah penonton sempat terdengar teriak antipati, kekecewaan terhadap kebijakan manajemen yang dinilai merugikan kami sebagai pekerja. Kebijakan mengalihkan sebagian fungsi produksi kepada outsourcing, tapi Serikat Pekerja tidak akan tinggal diam, mohon doa semoga tercapai keadilan sosial bagi semua. Acara kemudian disambung dengan pembacaan doa dan kemudian bersama-sama menyanyikan lagu mars perusahaan kami yang sebelum itu kami diinstruksikan untuk berdiri. Setelah itu acara dilanjutkan dengan penampilan band papan pertengahan (sepertinya?) yang menyanyikan nyanyian yang easy listening namun sepertinya agak sulit untuk menangkap meaning-nya. Lagu demi lagu dikumandangkan, hampir semuanya easy listening namun lagi-lagi sepertinya agak sulit untuk menghayati meaning-nya. Hanya beat yang nyaman disimak sambil menggeleng-gelengkan kepala, bahkan menghentak-hentakkan badan.

Pemenang doorprize terakhir diumumkan. Setelah itu, satu per satu undangan meninggalkan aula. Dari sini tersirat bahwa kehadiran mereka lebih termotivasi pada doorprize ketimbang suka rela berpartisipasi sebagai bagian dari perusahaan.

Aku bersyukur sampai di rumah. Membawa pulang satu tas kertas produk promosi perusahaan kami. Hidup terus berjalan, kesenangan silih berganti dengan kesusahan. Tiada yang kekal, tiada yang abadi kecuali Dia sang Maha Pencipta. Ya, aku bersyukur bisa melaporkan apa yang aku alami dan aku rasakan pada sebagian tadi malam. Terima kasih sudah menyempatkan diri untuk membaca.

published by: Monsieur RaKah @ 1:49:00 PM

0 Comments:

Post a Comment

<< Home

"Tahukah kau mengapa aku sayangi kau lebih dari siapa pun? Karena kau menulis. Suaramu takkan padam ditelan angin, akan abadi, sampai jauh, jauh di kemudian hari..."
(Pramoedya Ananta Toer)

.: BrainStorming dari KITA, oleh KITA, dan untuk KITA :.

Previous post: ungu violet... garam... Cerita Sang Tua... masih hidup... Mengenali Tanda-Tanda Kematangan Diri... flight... s m i l e... a r t i c l e... r i e n... agama = baik...

 
     
 
  Mardi-k Lab. (contact) 1996-sekarang